Sosial

Social
Headlines News :

Popular Template

">Index »'); document.write('

<\/script>");

?max-results=10">Label 1');
?max-results="+numposts1+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts1\"><\/script>");

Politik penegak hukuk


Dalam pada itu, Budiman (1995) membagi teori pembangunan ke dalam tiga kategori besar yaitu teori modernisasi, dependensi dan pasca-dependensi. Teori modernisasi menekankan pada faktor manusia dan budayanya yang dinilai sebagai elemen fundamental dalam proses pembangunan.
Kategori ini dipelopori orang-orang seperti (a) Harrod-Domar dengan konsep tabungan dan investasi (saving and investation), (b) Weber dengan tesis etika protestan dan semangat kapitalisme (the protestant ethic and the spirit of capitalism), (c) McClelland dengan kebutuhan berprestasi, (d) Rostow dengan lima tahap pertumbuhan ekonomi (the five stage of economics growth), (e) Inkeles dan Smith dengan konsep manusia modern, serta (f) Hoselitz dengan konsep faktor-faktor non-ekonominya.
Di lain sisi, Kartasasmita (1996) menyatakan, pembangunan adalah “usaha meningkatkan harkat martabat masyarakat yang dalam kondisinya tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Membangun masyarakat berarti memampukan atau memandirikan mereka”.
Menurut Tjokrowinoto (1997), batasan pembangunan yang nampaknya bebas dari kaitan tata nilai tersebut dalam realitasnya menimbulkan interpretasi-interpretasi yang seringkali secara diametrik bertentangan satu sama lain sehingga mudah menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakikatnya merupakan self project reality.
Secara filosofis, suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik” (Rustiadi, 2006: vii-1). Di lain sisi, UNDP mendefinisikan pembangunan dan khususnya pembangunan manusia sebagai “suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s choices) (dalam Rustiadi, 2006: vii-1). Dalam konsep tersebut, penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end), bukan alat, cara atau instrumen pembangunan sebagaimana dilihat oleh model formasi modal manusia (human capital formation) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu.

Pembangunan Politi


Istilah pembangunan seringkali digunakan dalam hal yang sama dengan pengembangan. Sehingga istilah pembangunan dan pengembangan (development) dapat saling dipertukarkan. Namun berbagai kalangan di Indonesia cenderung menggunakan secara khusus istilah pengembangan untuk beberapa hal yang spesifik. Meski demikian, sebenarnya secara umum kedua istilah tersebut diartikan secara tidak berbeda untuk proses-proses yang selama ini secara universal dimaksudkan sebagai pembangunan atau development (Rustiadi, 2006: vii-1).
Ada yang berpendapat bahwa kata “pengembangan” lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam pengertian bahwa pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari “nol”, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas (Rustiadi, 2006: vii-1).
Sumitro (1994) mendefinisikan pembangunan sebagai “suatu transformasi dalam arti perubahan struktur ekonomi. Perubahan struktur ekonomi diartikan sebagai perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang meliputi perubahan pada perimbangan keadaan yang melekat pada landasan kegiatan ekonomi dan bentuk susunan ekonomi. Menurut penulis, pemahaman Sumitro ini terkait dengan pandangan Arthur Lewis (1954) tentang pentingnya transformasi struktur ekonomi pertanian ke struktur ekonomi industri dalam upaya menuju pertumbuhan (dalam aspek ini pengertian pertumbuhan asosiatif dengan pembangunan) ekonomi.

Ntah Apo2

Untuk alasan tersebut, perhatian Sen terletak pada pentingnya redistribusi aset non-fisik, seperti kesehatan dan pendidikan. Oleh sebab itu, masalah paling besar dalam soal redistribusi aset adalah bagaimana meluaskan dan memperbaiki akses pendidikan bagi mayoritas penduduk yang kurang mampu. Redistribusi aset non-fisik inilah yang masih menjadi pertanyaan mendasar dalam proses pembangunan di Indonesia. Para ekonom masih berkutat soal redistribusi aset fisik (Basri, dalam Wie, 2004: xvii)

Konsep Ekonomi




Berbagai perspektif pembangunan tersebut merujuk kepada gelombang besar terminologi: minimalisasi peran pemerintah dan maksimalisasi peran swasta, seperti tulisan Osborne-Gaebler-Plastrik dalam Reinventing Government (1993) dan Banishing Bereaucracy (1997) hingga Amartya Sen dalam Development as Freedom (2000). Gelombang privatisasi pembangunan tersebut muncul seiring pendekatan good governance, pemberdayaan, gerakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pendekatan partisipatoris hingga masyarakat madani (Harun, 2007: 15-16)
Melihat elemen-elemen pembangunan tersebut, maka sebenarnya pembangunan mencakup jauh lebih banyak aspek. Bahwa pembangunan menuntut pendapatan per kapita yang lebih tinggi adalah fakta yang tidak bisa dibantah. Namun, pembangunan yang mereduksi nilai-nilai dasar kemanusiaan dan menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai satu-satunya indikator pembangunan justru mereduksi makna pembangunan itu sendiri.
Dalam kaitan itu, konsep pembangunan yang diintroduksi Amartya Sen dalam Development as Freedom (2000) telah membantah pandangan tersebut. Dalam studinya, Sen merumuskan kembali pengertian yang menyeluruh tentang pembangunan. Dalam dataran ini, Sen merumuskan pengertian kembali kemiskinan. Dalam pandangannya, berbagai kondisi, selain kekurangan pangan, seperti kurangnya nutrisi, buta huruf, tiadanya kebebasan sipil dan hak-hak berdemokrasi, diskriminasi, pengidapan penyakit, dan berbagai bentuk perampasan hak-hak milik (entitlement) pribadi adalah bentuk-bentuk kemiskinan yang menciptakan penderitaan. Di sini lah Sen merumuskan definisi baru pembangunan sebagai kebebasan (development as freedom) (Rahardjo dalam Sen, 2001: xiv-xv).
Argumentasi Sen tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, kendati sebagian orang berhasil menikmati kemakmuran, namun kualitas hidup masih tetap jauh dari jangkauan banyak orang. Kendati hampir selama dua dasawarsa pertumbuhan ekonomi yang pesat terjadi di sejumlah negara, namun banyak orang lain tidak mendapatkan keuntungan dari kemajuan tersebut. Dalam banyak situasi, kebijakan pembangunan ternyata lebih menguntungkan vested interest kaum elite, sehingga dengan demikian tidak mempromosikan investasi yang memadai dalam modal manusia dan modal alam, yang sangat esensial bagi pertumbuhan berbasis luas. Kualitas faktor-faktor yang memberikan kontribusi bagi pertumbuhan menuntut perhatian fundamental apabila kemiskinan ingin dikurangi dan kualitas hidup yang lebih baik dapat dicapai oleh semua orang (Thomas, et.al., 2001: xvi).

Ekonomi Negara


Hampir di semua negara saat ini, problema ekonomi atau pertumbuhan ekonomi selalu menjadi tolok ukur maju atau berkembangnya suatu negara, baik di negara maju maupun Negara berkembang, baik yang menerapkan ideologi kapitalisme maupun sosialisme. Hal itu terlihat dari selalu adanya pandangan banyak ahli ekonomi pembangunan terhadap pembangunan ekonomi masih diwarnai oleh dikotomi antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Masih adanya kontroversi antara mana yang lebih dahulu untuk dilakukan dan dicapai, pertumbuhan ekonomi atau pemerataan pembangunan. Kontroversi tersebut muncul disebabkan karena penerapan strategi pembangunan ekonomi yang mengacu pada pertumbuhan (growth) dan pemerataan (equity) belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Namun demikian, para ekonom sependapat bahwa pembangunan merupakan suatu proses, yakni proses untuk mencapai kemajuan. Proses membutuhkan input sumber daya untuk ditransformasikan menjadi sebuah hasil. Jika input tidak memadai, tentu akan menghasilkan output yang tidak optimal. Menurut Siagian (1994), pembangunan sesungguhnya suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan berencana dan dilakukan secara sadar oleh bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Secara umum, pembangunan dapat diartikan pula sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi.
Dengan definisi pembangunan tersebut, pembangunan sejatinya merupakan pencerminan kehendak dan partisipasi rakyat untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat (Indonesia) secara adil dan merata serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis. Semua itu bisa terlaksana dengan baik jika ada perencanaan, koordinasi, partisipasi publik, kelembagaan, dan sistem hukum yang baik yang menjamin peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
 

Topik Pilihan

TOPIK PILIHAN

Politik

Politik

Trending Template

Inspirasi

Politik
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. arsip kuliahku - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger